Bagikan artikel ini:

Kesepian, suatu kondisi kejiwaan yang terasa begitu umum namun sering kali diabaikan, kini ada di pusat panggung dalam diskusi mengenai kesehatan mental dan fisik di seluruh dunia. Pada era digital saat ini, meski terkoneksi dengan jutaan orang lewat genggaman tangan tampaknya memudahkan interaksi, namun ironisnya juga semakin meningkatkan perasaan dan bahaya kesepian.

Rasa kesepian bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan. Bahayanya dianalogikan sama derajatnya dengan merokok 15 batang sehari menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Uniknya, kesepian tidak hanya mempengaruhi kesehatan mental – seperti yang sering diasosiasikan dengan depresi dan cemas – tetapi juga memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan fisik, seperti peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke.

Kesepian bukanlah sebuah fenomena baru, namun baru-baru ini ia menjadi fenomena global yang memprihatinkan karena efek negatifnya pada kesehatan di masa pandemi Covid-19. Penelitian menunjukkan bahwa kesepian menjadi lebih meluas, melibatkan lebih banyak orang, dan dampaknya semakin parah. Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang bahaya kesepian, mari kita gali lebih dalam mengenai masalah ini. Bagaimana kesepian bisa mempengaruhi kesehatan kita, apa yang dibutuhkan untuk mengurangi risikonya, dan bagaimana kita sebagai individu dan masyarakat bisa bertindak.

Kesepian Pasca Pandemi

Bahaya Kesepian Menurut WHO - Kesepian Pasca Pandemi
Bahaya Kesepian Menurut WHO – Kesepian Pasca Pandemi

Pandemi Covid-19 memperburuk kesalahan kemajuan global dengan meningkatkan kadar kesepian di seluruh dunia. Ikatan sosial yang merupakan elemen kunci kesejahteraan manusia telah putus, meninggalkan orang-orang dalam isolasi selama berbulan-bulan. Resiko penularan penyakit menambah stres dan kecemasan, semakin memperdalam perasaan kesepian. Bahaya kesepian dalam kondisi ini juga diperparah oleh fakta bahwa banyak orang mengalami perubahan kapasitas aktivitas, seperti mudah lelah dan kesulitan konsentrasi.

Respon WHO terhadap masalah Kesepian

Merespons bahaya kesepian yang berdampak masif pasca-pandemi, WHO membentuk komisi internasional. Komisi ini dipimpin oleh ahli bedah umum AS, Vivek Murthy dan utusan pemuda Uni Afrika, Chido Mpemba, yang melibatkan berbagai pembuat kebijakan dan aktivis seluruh dunia. Komisi ini berupaya membentuk dan mengimplementasikan strategi untuk mengatasi masalah kesepian di seluruh dunia, dengan memahami bahwa ini bukan hanya masalah individual tetapi juga struktural dan sosial.

Kesepian – Masalah Kesehatan Global

Kesepian, yang dulu sering diremehkan, saat ini diakui sebagai masalah kesehatan global. Penelitian telah menunjukkan bahwa bahaya kesepian ini sama merusaknya bagi kesehatan seperti merokok hingga 15 batang sehari. Bahkan, bahaya kesepian ini bahkan lebih besar dibandingkan risiko terkait dengan obesitas dan kurangnya aktivitas fisik. Hal ini menunjukkan betapa mendesak dan pentingnya untuk kita semua untuk fokus pada isu ini dan melakukan segala upaya untuk melawan bahaya kesepian.

Dampak Kesepian pada Kesehatan

Dominasi kesepian pada era pasca pandemi berdampak signifikan pada kesehatan manusia. Bagi orang dewasa yang lebih tua, kesepian dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia sebesar 50 persen. Selain itu, mereka juga memiliki risiko 30 persen lebih tinggi untuk penyakit arteri koroner atau stroke. Dampak negatif ini juga merentang pada kesehatan mental, di mana kesepian memiliki korelasi dengan peningkatan tekanan darah, kolesterol, dan obesitas.

Generasi muda juga tidak terlepas dari bahaya kesepian. Diperkirakan antara 5 dan 15 persen remaja mengalami kesepian – angka yang mungkin jauh lebih tinggi karena stigma sosial seringkali menjadi penghalang bagi mereka untuk mengungkapkan perasaan mereka. Merasa kesepian dan terisolasi tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan mental, tetapi juga kesehatan fisik.

Menyikapi Kesepian

Mengatasi kesepian bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga masyarakat dan pemerintah. Efek merusak kesepian pada kesehatan publik memaksa kita untuk mencari solusi yang lebih inklusif dan berorientasi masyarakat. Strategi yang dibutuhkan melibatkan pendekatan multisektoral yang melibatkan peran serta masyarakat dalam menjamin keberlanjutan interaksi dan kegiatan sosial serta pemberdayaan individu untuk mengenali tanda-tanda kesepian dan mencari bantuan yang dibutuhkan.

Bahaya Kesepian

Bahaya Kesepian Menurut WHO - Kesepian Pasca Pandemi
Bahaya Kesepian Menurut WHO – Kesepian Pasca Pandemi

Artikel ini bukan hanya mencakup bahaya kesepian pasca pandemi, tetapi juga upaya yang telah dan akan dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Dengan pembentukan komisi oleh WHO, kita semakin memahami dan mengakui bahwa kesepian adalah masalah serius yang memerlukan solusi global. Kesepian, sama seperti merokok, dapat dihindari dan diobati, membutuhkan kesadaran, upaya, dan tindakan segera dari kita semua.